"Selena!"
Seorang pria mengetuk pintu rumah Selena. Dia membawa map cokelat dengan pinggiran warna merah dan biru. Napasnya terengah-engah karena baru saja berlari.
"Sebentar."
Seorang wanita dari dalam rumah menjawab panggilan pria itu dan segera membuka pintu.
"Aku dapat beasiswa kuliah ke luar negeri!" kata pria itu dengan nada yang bersemangat.
Mata Selena melebar. Ia menunjukkan senyum kepada pria itu.
"Selamat, ya, Sayang! Aku ikut senang!" kata Selena sambil menyatukan kedua telapak tangannya.
Selena duduk disebelah pria itu di sofa ruang tamu dan melihat pria itu membuka map coklat yang berisi selembar surat pernyataan. Selena melihat tulisan "Congratulation" dan "Daniel Halim" di surat tersebut.
"Asik, sebentar lagi bakal kuliah di luar negeri, nih," kata Selena dengan ekspresi ceria.
"Hehe, aku sempet takut ga lulus. Tapi, syukurlah aku lulus. Aku bisa belajar di Amerika," kata Daniel dengan perasaan senang dan lega.
"Kapan berangkatnya?" tanya Selena.
"Berangkatnya satu bulan lagi, tanggal 20 Juli. Di sana paling adaptasi dulu," kata Daniel.
"Oh," jawab Selena. Satu bulan lagi, Selena harus berpisah dengan Daniel. Walaupun sudah pacaran lama sejak kuliah, tetap saja Selena merasa kesepian.
Daniel menggenggam tangan Selena.
"Sedih, ya?" tanya Daniel.
"Ya, iyalah! Masa ga sedih. Apalagi ada perbedaan waktu. Di sana kamu malem, di sini aku siang," jawab Selena.
"Kita bisa kirim chat. Kalo sempet, kita video call. Walau susah, sih. Tapi, bisa, kok," jawab Daniel dengan senyum yang berharap dapat menenangkan Selena.
Selena dan Daniel adalah teman masa kecil. Mereka bertetangga dan pergi ke sekolah yang sama sejak kecil. Perasaan mereka berdua tumbuh ketika Daniel putus cinta saat SMA. Saat itu, Selena ada di samping Daniel agar Daniel tidak bersedih lagi. Suatu perasaan tumbuh di antara keduanya, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.
Daniel memeluk Selena dan menepuk-nepuk pundaknya dengan lembut.
"Aku bakal kangen sama kamu," kata Daniel.
Selena mengeluarkan air mata.
"Aku bakal kangen juga. Jangan lupa buat chat dan kabarin kabar kamu, ya," kata Selena sambil menenggelamkan wajahnya di dada Daniel.
---
Capek
Selena meletakkan kepalanya di atas meja. Dia merasa lelah karena daritadi fokus dengan komputer di depannya.
"Oi Selana," panggil seseorang dari belakang.
Selena menaikkan kepalanya dan menengok ke belakang. Ia mendapati seorang laki-laki dengan kemeja krem dan celana bahan hitam berdiri tak jauh darinya.
"Ada apa, Chris?" tanya Selena pada pria itu.
"Hari ini, anak-anak pada mau ngumpul. Lo ikut, ga?" tanya Christopher.
Selena malas mendengar kata "ngumpul" karena tidak begitu suka kumpul-kumpul dan ingin di rumah saja. Tapi, mengingat koneksi sangat penting dan kumpul-kumpul terakhir dia tidak datang, dia memutuskan untuk ikut-ikut kumpul hari ini.
"Oke. Kumpul-kumpul dimana?"
"Di mall sebelah seperti biasa."
"Oke, thank you buat infonya."
Christopher meninggalkan Selena sendirian dan Selana melanjutkan "istirahat"nya sejenak.
Daniel lagi apa, ya? batin Selena sambil mengambil ponselnya untuk menghubungi Daniel.
[Lagi apa?]
Entah jam berapa sekarang di Amerika, Selena tidak peduli. Dia ingin menghubungi pacarnya dan dia yakin pacarnya akan membalas jika sudah tidak sibuk.
Setelah mengirim pesan, Selena melanjutkan pekerjaannya. Tanpa sadar, waktu kumpul-kumpul pun tiba.
Selena pergi dengan Cintya dan rekan kerja lainnya.
"Akhirnya, lo bisa ikut," kata Cintya.
"Iya, nih. Sekali-kali, lah, ngumpul-ngumpul begini," jawab Selena.
Mereka masuk ke restoran keluarga. Karena jarang ke sini, Selena tidak tahu ada menu apa saja.
Selena mengambil tempat duduk yang dekat dengan Cintya. Beberapa kursi masih kosong.
"Katanya yang lain lagi pada ke sini. Entah kemana mereka," kata Cintya.
Beberapa detik setelah Cintya mengatakan itu, beberapa orang yang tadi dibicarakan sudah datang.
Panjang umur, batin Selena.
"Kayaknya udah semua, ya?" tanya Dion.
"Udah kayaknya," kata Jenni.
"Yaudah, mulai pesen aja," kata Dion.
Seorang pelayan perempuan datang dan memberikan dua buku menu, kertas menu, dan pensil kepada mereka. Setelah memberitahu cara pembayaran, pelayan tersebut pergi.
Ketika Selena melihat menu, Christopher memanggilnya.
"Sel, tempat sebelah lo kosong?" tanya Christopher.
"Oh, iya, kosong," jawab Selena singkat.
"Gue duduk di sini, ya," Christopher langsung duduk di sebelah Selena.
Setelah memesan makanannya dan memberi uang pada Grace karena dia yang akan membayar di kasir, Cintya membuka pembicaraan pada Selena.
"Gimana kabar lo sama Daniel?"
"Kayak biasa, tapi karena beda waktu, jadi sulit komunikasi kayak dulu."
"Oh. Ribet, sih, kalo beda waktu gitu."
Mendengar hal itu, Christopher penasaran.
"Pacar lo kemana, Sel?"
"Pacar gue kuliah di luar," jawab Selena.
"Oh, dimana?"
"Amerika."
"Jauh banget."
"Iya. Dia dapet beasiswa soalnya."
Tak lama kemudian, ponsel Selena bergetar di kantung celananya. Dia melihat balasan dari Daniel.
[Sorry baru bales. Aku abis bangun tidur. Aku mau siap-siap ke kampus dulu, ya.]
Di sana ternyata pagi, ya?
Selena langsung memasang dua jam digital berbeda di ponselnya. Satu waktu Indonesia dan satunya waktu Amerika.
Harusnya dari dulu aku pasang begini.
Selena merasa dia harus memperhatikan perbedaan jam mulai dari sekarang. Dulu, dia menghubungi Daniel sesuka hatinya tanpa melihat jam Amerika. Sekarang, untuk menghormati waktu Daniel, dia memasang dua jam digital yang berbeda.
[Semangat, ya, buat hari ini. Aku sayang kamu.]
Selena memasukkan ponselnya ke dalam kantung. Tak lama, makanan pesanan mereka datang.
"'Met makan semuanya."
"Selamat makan."
"Selamat makan."
Mereka semua menyantap makanan mereka masing-masing sambil berbincang ringan.
"Pacar lo kapan balik, Sel?" tanya Cintya.
"Masih lama, baru lima bulan dia di sana. Sekitar dua tahun kan S2?" jawab Selena.
"Definisi LDR tempat dan waktu," kata Cintya.
Memang berat menjalani LDR, apalagi beda negara dan beda zona waktu. Tidak bisa bertemu, waktu bertemu benar-benar tidak ada, dan waktu untuk berkomunikasi lewat ponsel juga hanya sedikit. Tapi, Selena dan Daniel tahu hal ini bukan apa-apa. Mereka tahu mereka setia untuk satu sama lain.
Setelah menyantap makanan, Cintya ingin berfoto dengan teman-temannya. Sebelum itu, dia iseng ingin memotret Selena dan akan membuat photo collab dengan foto-foto lainnya yang akan dia dapatkan saat kumpul-kumpul hari ini. Selena suka membagikan kesehariannya di media sosial dan sangat niat untuk mengedit foto yang dia dapatkan sebagai kenang-kenangan. Ia ingin memotret Selena karena Selena adalah teman baiknya. Selanjutnya, dia akan berfoto dengan Selena.
"Selena," panggil Cintya sambil mengarahkan kamera ponselnya.
Selena menengok dan tersenyum. Hampir Cintya menekan tombol bulat di tengah, Christopher sudah berpose di belakang Selena.
"Dih, Christopher," kata Cintya.
"Hehe, gapapa, dong," kata Christopher dengan senyum iseng.
"Gapapa, kok, Cin," kata Selena.
"Oke," Cintya langsung menekan tombol bulat di tengah.
"Fotoin gue sama Selena, dong," kata Cintya sambil memberi ponselnya pada Christopher.
"Oke, satu, dua," Christopher memberi aba-aba.
Selena dan Cyntia menunjukkan senyum mereka dan siap untuk difoto.
Christopher telah mengambil foto mereka, lalu mengembalikan ponsel Cintya pada pemiliknya.
"Thank you," kata Cintya.
Cintya langsung mengajak rekan-rekan lainnya untuk berfoto bersama. Cintya meminta tolong salah satu pelayan untuk menggunakan ponselnya untuk berfoto. Setelah menentukan susunan tempat berdiri dan mengganti pose berkali-kali. Mereka membubarkan diri setelah sesi foto karena waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam.
"Gue duluan dulu, ya, Sel. Udah malem," kata Cintya.
"Oke, hati-hati di jalan," kata Selena.
Selena segera menuju ke kantornya untuk mengambil mobilnya.
"Selena, lo mau ambil mobil?" Christopher tiba-tiba berada di sebelah Selena.
"Oh, iya. Gue mau ke parkiran kantor sekarang."
"Kalo gitu, bareng aja," kata Christopher. "Gue juga mau ambil mobil."
"Oke, oke," jawab Selena singkat.
Mereka berjalan berdampingan. Suasana canggung menghampiri mereka berdua.
"Sel, gimana kerjaan?" tanya Christopher.
"Ya, kayak biasanya," jawab Selena seadanya. "Kadang susah, kadang ga susah-susah banget."
"Gue juga suka nemuin kesulitan. Setiap orang kerja pasti begitu," kata Christopher.
Selena menganggap percakapan ini basa-basi agar suasana tidak canggung karena kenyataannya Christopher dan Selena berada di divisi yang sama dan bertemu setiap hari. Tapi, percakapan ini tidak terlalu buruk karena terjebak di dalam suasana canggung hanya memunculkan perasaan tidak enak.
Selena berusaha untuk bertanya juga. Tidak enak jika Christopher saja yang mencari topik.
"Akhir-akhir ini, kita sibuk banget," kata Selena.
"Setidaknya hari ini kita bisa napas bentar," jawab Christopher.
"Hahaha, iya," Selena membalas jawaban Christopher dengan tawa kecil.
Christopher melihat tawa Selena. Ia merasakan perasaan yang tidak asing.
Mereka berbincang-bincang dan tanpa sadar sudah sampai di tempat mereka memarkirkan mobil.
"Gue duluan, ya. Thank you buat hari ini," kata Selena.
"Iya, thank you juga," kata Christopher.
Christopher berjalan melewati mobil Selena setelah Selena masuk ke dalam mobilnya. Selena mengendarai mobilnya, menjauh dari tempat parkir. Pada waktu yang sama, Christopher berhenti dan melihat mobil Selena yang bergerak menjauh.
---
Selena meletakkan tasnya di atas meja belajarnya. Dia membersihkan make up yang ada di wajahnya dan pergi mandi. Setelah itu, dia memeriksa ponselnya sambil merebahkan diri.
Satu pesan masuk ke ponsel Selena.
Cintya.
Selena membuka pesan tersebut dan melihat foto-foto kumpul-kumpul tadi. Selena tersenyum.
[Ini foto-foto yang tadi.]
[Thank you. Ga dikirim ke grup?]
[Abis ini gue kirim.]
Selena menyimpan seluruh foto yang Cintya kirimkan, memilih empat foto terbaik menurutnya, dan menggabungkannya. Foto yang dipilih adalah dua foto bersama dengan seluruh anggota divisi, satu foto Selena berfoto dengan Cintya, dan foto Selena dengan Christopher di belakangnya.
Selena merasa foto terakhir yang dia pilih adalah foto yang bagus, walaupun ada Christopher di belakang. Dia ingin menghilangkan sosok Christopher. Tapi, dia menganggap hal itu tidak sopan. Akhirnya, dia tidak mengubah apapun.
Harusnya tadi aku minta Cintya untuk mengambil ulang fotoku. Tapi, ya sudahlah, sudah terlanjur, batin Selena.
Selena menggabungkan foto tersebut dengan aplikasi edit dengan ukuran Minstastory, lalu mengunggahnya.
Selena melihat Minstastory teman-temannya dan tiba-tiba berhenti di salah satu Minstastory teman sekolahnya dulu.
"Daniel?"
Di Minstastory itu, Daniel sedang memainkan ponselnya. Di atas meja tempat dia menatuh kedua tangannya, terdapat satu kue cokelat yang tidak dia ketahui namanya dan satu cangkir kopi. Di sebelahnya, terdapat jendela besar. Latar tempatnya seperti di sebuah cafè, dibuktikan dengan adanya seorang berkemaja putih dan celana bahan hitam yang membawa nampan berisi dua cangkir kopi dan orang-orang asing yang sedang duduk menikmati minuman dan makanan di depan mereka.
Daniel lagi sama Michelle? Kenapa? Kok bisa barengan di tempat yang sama? batin Selena.
Suasana hati Selena berubah menjadi buruk. Dia merasakan perasaan yang tidak enak.
---
Daniel pergi ke sebuah cafè yang ingin dia kunjungi dari lama setelah menghadiri kelas hari ini. Sebenarnya, tidak ada hal khusus, dia hanya ingin mengunjungi cafè tersebut karena penasaran dengan apa yang dijual dan suasananya.
Suara lonceng yang berada di atas pintu berbunyi ringan ketika Daniel membuka pintu cafè tersebut. Interior cafè didominasi dengan warna coklat kayu dengan dekorasi lampu-lampu kuning kecil yang menggantung di langit-langit. Dinding-dindingnya berbahan lemari kayu yang sudah dihaluskan permukaannya. Di belakang kasir, terdapat lemari kayu panjang berukuran sedang yang berada di atas meja panjang yang digunakan untuk menaruh alat-alat pembuat kopi. Mungkin lemari itu digunakan untuk menaruh bahan-bahan kopi. Di belakang meja panjang, terdapat jendela panjang yang terhubung ke dapur.
Semua meja dan kursi si cafè ini berbahan kayu dan berbetuk bundar. Bahkan, sandaran kursinya pun berbentuk bundar. Di sebelah meja kasir, terdapat etalase panjang berbahan kayu dengan empat sekat berisi berbagai macam kue dan roti.
Daniel memesan satu cangkir americano dan satu eclair. Setelah membayar dan mendapatkan apa yang dia pesan, dia memilih meja yang dekat dengan jendela. Dia duduk dan menikmati kopinya.
Selagi menikmati kopinya, Daniel membuka ponselnya dan aplikasi pesan. Dia membuka pesan dari Selena sambil tersenyum.
Terdengar suara lonceng pintu, menandakan seseorang baru masuk ke cafè tersebut.
Daniel membuka jadwal yang sudah dia susun di aplikasi To-Do List, melihat apa yang harus dia lakukan dan kerjakan setelah kembali ke apartemen.
"Lho, Daniel?"
Daniel menoleh ke arah sumber suara. Dia melihat seorang wanita dengan mantel putih dengan bulu putih di belakang lehernya. Wanita itu memakai topi rajut dan membiarkan rambut bergelombangnya jatuh ke dadanya. Daniel mengenali wajita itu.
"Michelle?"
"Ga nyangka banget bisa ketemu di sini. Dunia memang sempit," kata wanita yang dipanggil Michelle oleh Daniel.
Michelle adalah mantan Daniel saat SMA. Mereka jadian saat kelas 10 dan putus saat kelas 11. Alasan putus: Michelle merasa tidak cocok dengan Daniel.
"Boleh duduk di sini?" tanya Michelle sambil memegang senderan kursi yang ada di depan Daniel.
Sebenarnya, Daniel tidak mau Michelle duduk bersamanya. Tapi, Daniel merasa tidak enak untuk menolak.
"Boleh," jawab Daniel singkat.
"Makasih," jawab Michelle dengan senyum. "Gue mau pesen dulu, ya."
Michelle meletakkan tasnya di kursinya dan menuju kasir.
Daniel tidak tahu harus membicarakan apa dengan Michelle. Sudah lama mereka tidak berbicara satu sama lain semenjak putus.
Dua menit kemudian, Michelle kembali dengan secangkir hot chocolate dan strawberry cake.
"Apa kabar? Udah lama ga ketemu," Michelle memulai pembicaraan.
"Baik," jawab Daniel singkat.
"Ke sini kuliah? Liburan?" tanya Michelle.
"Kuliah di X University," jawab Daniel.
"Wah, sama dong! Gue juga kuliah di X University!" Michelle membalas jawaban Daniel dengan antusias.
Daniel hanya diam saja. Dia tidak menyangka kalau dia satu universitas dengan Michelle.
Beberapa detik kemudian, dia bertanya pada Michelle.
"Kebetulan banget. Ambil jurusan apa?"
"Management S2."
Daniel terkejut. Bahkan jurusannya juga sama.
"Gue satu jurusan sama lo berarti."
"Beneran? Hahaha, ga nyangka banget. Aneh, ya. Kita udah lama ga ketemu, sekalinya ketemu di negara orang."
"Haha, iya," jawab Daniel, berusaha terlihat tidak canggung.
Michelle menyeruput minumannya, lalu bertanya pada Daniel.
"Gue liat Minstastory Selena beberapa tahun lalu. Lo pacaran sama dia?" tanya Michelle.
"Iya," jawab Daniel singkat.
"Selamat, ya. Sorry baru bisa kasih selamat sekarang."
"Thank you. Gapapa, kok."
Karena Michelle banyak mengeluarkan pertanyaan sedari tadj dan Daniel tidak enak dengan kondisi yang seperti interogasi, Daniel memulai pembicaraan dengan topik tentang kampus.
Satu notif masuk ke ponsel Daniel. Itu dari temannya.
"Bentar, gue mau liat chat dari temen," kata Daniel.
"Gue juga mau lanjut makan sama minum," kata Michelle.
Daniel menjawab pesan dari temannya. Saat itu terjadi, Michelle mengambil ponselnya dan mengambil foto Daniel diam-diam.
---
Tidak betah berlama-lama dengan Michelle, Daniel memutuskan untuk pulang ke apartemennya. Dia meletakkan barang-barangnya di atas meja dan pergi mandi.
Setelah membersihkan diri, Daniel memeriksa ponselnya dan membuka aplikasi Minstagram. Dia melihat foto profil Selena di deretan Minstastory. Daniel memencet Minstastory Selena dan mendapati sebuah foto yang sudah di collab menjadi empat bagian. Di sana terpampang Selena yang berfoto dengan Cintya dan laki-laki lain. Daniel terdiam.
Siapa laki-laki ini, batin Daniel.
Daniel tahu bahwa di dalam foto ini, Selena pasti sedang berada di acara kumpul-kumpul bersama dengan teman-teman kantornya, dibuktikan dengan adanya Cintya, teman kantor Selena yang Daniel kenal, dan dua foto lainnya yang merupakan foto bersama. Tapi, Daniel berpikir kenapa Selena memilih foto dengan laki-laki lain untuk dia unggah di sosial media.
Daniel langsung menelepon Selena.
---
Saat Selena ingin menekan tombol "Call", Daniel sudah meneleponnya lebih dulu.
"Halo," kata Selena.
[Selena.]
"Kebetulan aku mau telpon kamu tadi."
[Ada apa?]
Selena menelan ludahnya, lalu lanjut berbicara.
"Kamu tadi lagi sama Michelle?"
Daniel diam, tidak menjawab.
"Daniel?"
Setelah beberapa detik diam, Daniel menjawab.
[Kamu tau dari mana?]
"Aku liat minstastorynya Michelle. Dia foto kamu," Selena berbicara dengan nada kecewa.
[Aku sama sekali ga tau,] jawab Daniel.
"Masa ga tau kalo kamu difoto sama dia?"
[Aku beneran ga tau. Bahkan, dia ga ngomong apa-apa pas ngefoto. Dia foto aku diem-diem berarti.]
Selena sulit percaya dengan pernyataan Daniel.
[Tadi, waktu aku di cafè, dia tiba-tiba dateng dan dia duduk semeja sama aku. Aku ga bisa nolak soalnya aku ngerasa ga enak kalo nolak.]
"Kenapa ga ditolak aja? Emangnya ga ada kursi lain?" Selena mulai meninggikan suaranya.
[Bukan begitu. Aku ga berniat buat duduk semeja sama dia. Tapi, aku ga enak buat nolak karena takut dia merasa malu.]
"Ya biarin aja. Lagian, buat apa dia duduk semeja sama kamu? Apa alasan dia duduk semeja sama kamu?"
[Kamu sendiri? Kamu bahkan foto berdua sama laki-laki lain.]
Selena terkejut dengan pernyataan Daniel.
"Dia cuma temen kantor."
[Terus? Harus banget posting foto berdua sama dia?]
"Pas Cintya mau foto aku, temenku ikut-ikutan foto dan kebetulan dia duduk disebelah. Aku ga bisa nolak foto sama dia."
[Kalo gitu, kenapa ga foto ulang aja?]
"Aku ga kepikiran sampe ke situ tadi."
Selena memainkan selimutnya. Dia merasa tidak nyaman bertengkar dengan Daniel. Apalagi, mereka sedang LDR.
Mereka saling diam selama beberapa detik. Kemudian, Daniel buka suara.
[Kita istirahat dulu aja. Kita berdua lagi cape, baru selesai aktivitas.]
"Iya."
[Ya udah, ya. 'Met istirahat.]
Daniel mematikan sambungan telepon.
Selena hanya diam di atas kasurnya dengan posisi duduk, tidak begerak. Dia meletakkan ponselnya di atas kasur. Ada rasa kesal dan sedih memenuhi dadanya. Dia tidak tahu harus bagaimana setelah ini.
---
Daniel mencatat penjelasan yang diberikan oleh dosennya di depan kelas. Daniel berhasil membangun fokus sampai dia teringat dengan kejadian kemarin. Fokus Daniel buyar. Tapi, dia berusaha untuk tetap mendengarkan dan menulis.
Kemarin, setelah dia menelepon Selena, dia langsung mencari akun Minstagram Michelle. Dia mengikuti Michelle di Minstagram, walaupun sudah menjadi mantan. Dia melihat Minstastory yang diunggah Michelle. Di sana, terlihat wajah Daniel yang sedang fokus pada ponselnya.
Daniel langsung menelepon Michelle agar langsung bisa berbicara dan mendapatkan jawaban. Pada dering ketiga, Michelle mengangkat telepon dari Daniel.
[Halo,] sapa seorang perempuan dari seberang telepon.
"Halo, Chelle."
[Kenapa, Niel?]
"Sorry, bisa tolong hapus foto gue di Minstastory lo?"
[Kenapa?]
Kenapa? Ya, jelas-jelas ga sopan ngefoto orang diem-diem, terus diupload, batin Daniel.
"Gue kurang nyaman sama lo yang ngefoto gue diem-diem dan ngeupload di Minstastory. Jadi, boleh tolong dihapus?"
Tidak ada jawaban dari Michelle selama beberapa detik.
[Hm.. oke.]
"Thank you. Tolong, ya, dihapus."
Sambungan telepon mereka belum terputus. Michelle tidak menjawab kata-kata dari Daniel. Beberapa detik kemudian, Michelle berbicara kembali.
[Udah gue hapus, ya.]
Daniel langsung memeriksa Minstastory Michelle. Foto itu sudah tidak ada.
"Thank you banget, ya. Bye."
Daniel memutus sambungan telepon. Dia menghela napas panjang. Sebenarnya, dia masih agak kesal dengan perilaku Michelle. Tapi, dia tidak bisa mengungkapkannya dengan jelas.
Daniel memegang kepala bagian kanan dengan tangannya. Dia berusaha untuk terus berkonsentrasi dan melupakan sejenak kejadian kemarin.
Kelas berakhir. Mahasiswa berdiri dari tempat duduknya dan berjalan keluar dari kelas. Daniel membereskan buku dan alat tulisnya dan berjalan keluar kelas. Entah kebetulan apa yang terjadi hari ini, dia bertemu dengan Michelle sesaat setelah dia keluar. Michelle sedang berjalan di koridor dan mendapati Daniel berada di ambang pintu.
"Halo," sapa Michelle.
"Hai," balas Daniel.
Daniel malas bertemu dengan Michelle. Setelah pertemuannya dengan Michelle di cafè dan kejadian Minstastory itu, Daniel berharap tidak akan lagi bertemu dengan Michelle lagi. Tapi, keadaan berkata lain. Daniel berjalan cepat berusaha untuk meninggalkan Michelle. Tapi, Michelle mengejarnya.
"Daniel, sorry buat yang kemaren," kata Michelle sambil menyamakan langkah kakinya dengan Daniel.
"Oh, gak apa-apa. Tolong jangan kayak gitu lagi, ya," balas Daniel sambil melihat ke arah Michelle yang ada disebelahnya.
"Hari ini sibuk?" tanya Michelle.
"Iya, gue sibuk," balas Daniel berbohong. Hal ini dia lakukan untuk menjaga jarak.
"Kalo gitu, kapan ada waktu? Gue mau ngobrol bareng lagi di cafè kayak kemaren," kata Michelle.
Daniel malas menanggapi pertanyaan Michelle. Akhirnya, dia menjawab asal.
"Nanti gue kabarin kalo gue ga sibuk."
"Beneran? Janji, ya."
"Kalo gitu, gue duluan. Mau ke perpustakaan buat belajar."
"Oke, sampe ketemu lagi."
Gue ga bakalan ngabarin lo, sih, batin Daniel. Dia berkata seperti itu agar Michelle berhenti bertanya dan membiarkannya pergi.
---
Sudah dua minggu Daniel tidak menghubungi Selena, begitu pun sebaliknya. Daniel menghela napas sebelum meminum kopinya. Dia sedang berada di salah satu tempat makan yang dekat dengan kampusnya. Dua jam lagi, pelajaran akan dimulai. Dia mengisi perutnya sambil membaca berita terkini lewat tabletnya.
"Daniel," sapa seseorang.
Daniel mengadahkan kepalanya, mengikuti sumber suara. Dia melihat seorang perempuan yang tidak ingin dia temui.
"Boleh duduk di sini?" tanya perempuan yang bernama Michelle.
"Ya," jawab Daniel singkat. Dia malas harus berurusan dengan Michelle.
"Kenapa ga hubungin gue?"
"Gue sibuk."
"Sekarang, 'kan lagi ga sibuk."
Daniel memejamkan matanya sejenak. Lalu, berbicara.
"Chelle, gue tau kita ini dulu pernah sama-sama. Tapi, sekarang udah beda," kata Daniel.
Michelle diam. Tidak bersuara.
"Rasanya aneh kalo masih berhubungan sama mantan. Walaupun, mungkin tujuan lo mau berteman. Tapi, gue masih merasa ga nyaman," lanjut Daniel.
Mereka bedua diam selama beberapa detik. Lalu, Michelle menjawab.
"Memangnya lo ga merasa sendirian di sini?"
Daniel bingung dengan pernyataan Michelle.
"Gue ada di sini sama lo. Lo pasti sendirian, apalagi di sini ga ada pacar lo. Dengan kehadiran gue, gue bisa jadi pengganti cewek lo."
"Chelle, gue ga butuh pengganti Selena. Selena tetep pacar gue. Mau sejauh apapun kita, kita tetep pacaran," jawab Daniel.
"Padahal, dulu kita juga pernah pacaran.."
"Terus? Apa sekarang gue harus pacaran sama lo? Begini, tujuan lo begini, tuh, apa?"
"Gue ga rela lo pacaran sama yang lain."
Daniel bingung dengan pernyataan Michelle untuk kedua kalinya. Padahal, Michelle yang memutus hubungan mereka berdua lebih dulu.
"Gue tau gue yang mutusin lo. Tapi, pas lo pacaran sama yang lain, gue ga sudi."
Daniel menyerngitkan kening.
"Gue mikir, dengan lo LDR sama Selena, gue-" kata-kata Michelle terpotong.
"Sorry, Michelle. Gue udah pacaran sama Selena. Kata-kata lo yang bilang ga rela gue pacaran sama yang lain sebenarnya itu cuma ego lo. Lo merasa gue harus terus suka sama lo, walaupun lo ga suka sama gue."
Michelle terdiam.
"Gue harap lo ngerti sama kata-kata gue."
Michelle menunjukkan wajah kesal. Dia berdiri dan meninggalkan Daniel.
---
Selena sedang mengerjakan pekerjaannya di depan komputer. Sebentar lagi, dia akan menyelesaikan pekerjaannya.
Dua jam kemudian, pekerjaannya yang sudah dia kerjakan dari tiga hari yang lalu selesai. Dia merenggangkan tubuhnya.
Mau minum bentar, batin Selena.
Selena meminum air dari botol minumnya ketika ada seseorang yang berdiri di sampingnya.
"Selena, lo bisa bantuin gue?"
Dia melihat Christopher yang membawa beberapa kertas.
"Bantu apa?" tanya Selena.
"Yang bagian ini," Christopher memperlihatkan kertas yang dia bawa kepada Selena dan menunjukkan bagian yang dia tanyai.
"Oh, ini..." Selena menjelaskan kepada Christopher mengenai apa yang tidak dia mengerti.
"Oh, oke. Thank you," kata Christopher.
"Sama-sama," balas Selena dengan senyuman.
Christopher terpaku dengan senyuman Selena. Dia merasakan sedikit debaran di dadanya.
"Oh, iya, Sel. Sebagai tanda terima kasih, gue pengen traktir lo makan. Gimana kalo Senin minggu depan?"
"Ga usah. Ga perlu sampe segitunya," jawab Selena.
"Engga apa-apa, lo udah ngebantuin gue. Tolong terima," kata Christopher.
"Ga usah, engga apa-apa," balas Selena.
"Please, terima. Gue pengen ngebales lo," kata Christopher dengan nada memohon.
Selena tidak enak untuk menolak. Dia juga memikirkan keuntungannya, yaitu makan gratis.
"Oke, gue terima," jawab Selena dengan sedikit malu-malu.
"Oke. Senin minggu depan, ya, jam enam," balas Christopher.
Christopher meninggalkan Selena dan kembali pada meja kerjanya.
---
"Selena, gimana?"
"Gimana apanya?"
"Lo sama cowok lo, lah."
Selena mengaduk es teh manis yang dia pesan. Dia sekarang berada di salah satu tempat makan yang menyediakan makanan yang familiar oleh masyarakat Indonesia, seperti bakso, mie, nasi goreng, dan lain sebagainya.
"Ga tau. Udah dua minggu ini gue atau dia ga saling komunikasi," jawab Selena.
"Apa ga mau diomongin baik-baik aja?" tanya Cintya.
"Entahlah," jawab Selena singkat.
Cintya memakan mie bakso yang dia pesan. Lalu, berbicara lagi.
"Oh, iya, nanti lo ketemuan sama Christopher?"
"Iya, dia ngajakin gue makan. Katanya, sebagai tanda terima kasih karena gue udah bantuin kerjaannya dia," balas Selena.
"Cuma berdua?" tanya Cintya.
"Ya iya, soalnya gue yang udah bantuin dia," balas Selena singkat.
Sebenarnya, Selena merasa canggung. Tapi, dia pikir lumayan dapat makan gratis.
---
Sore pukul enam, Selena sudah ada di restoran bersama Christopher. Karena Christopher yang menraktir, Selena memilih makanan yang sama dengan Christopher, steak sapi dengan mashed potato.
Selena merasa canggung saat makan. Dia tidak tahu harus membicarakan apa.
"Gimana makanannya?" tanya Christopher.
"Enak. Gue suka," jawab Selena.
Mereka berbincang-bincang ringan untuk mencairkan suasana canggung.
"Selena, ada yang mau gue omongin ke lo."
"Apa?"
"Gue suka sama lo."
Selena terdiam. Dia terkejut mendengar pernyataan itu.
"Lo bercanda?" tanya Selena sambil tertawa sedikit.
"Gue serius," jawab Christopher dengan wajah serius.
Selena terdiam kembali.
"Gue tau lo punya pacar," Christopher melanjutkan. "Tapi, gue bisa jadi pengganti pacar lo. Gue bakal selalu ada buat lo. Gue udah dari lama merhatiin lo. Satu minggu yang lalu, pas lo ngebantuin gue, gue seneng banget. Gue pengen kita terus sama-sama."
Selena memang jauh dari Daniel. Tapi, dia tidak akan meninggalkan Daniel, walaupun sekarang mereka sedang bertengkar. Selena langsung membalas pernyataan Christopher.
"Chris, gue ga bisa. Gue punya Daniel dan gue bakal terus sama dia," jawab Selena.
Christopher terdiam. Dia tersenyum samar.
"Oke. Makasih buat jawaban lo," balas Christopher. "Gue ga bisa maksa lo. Kalo gitu, kita terus berteman aja, ya."
"Kalo berteman, gue oke-oke aja," kata Selena.
Mereka berdua melanjutkan makan dan berusaha untuk berbincang ringan, walaupun suasana di antara mereka terasa canggung.
---
Selena menghubungi Daniel saat sampai di rumah. Pada suara dering pertama, Daniel langsung mengangkat teleponnya.
"Halo," sapa Selena.
[Halo,] balas Daniel.
Mereka terdiam sejenak.
"Maaf yang kemaren," Selena membuka pembicaraan.
[Aku juga minta maaf.]
"Tadi, Christopher, orang yang foto sama aku, bilang suka aku. Ya, kutolak. Ternyata dia udah lama suka," kata Selena.
[Tadi Michelle bilang bisa jadi pengganti kamu. Ya, dia ngandelin ego, sih, pas ngomong begitu,] kata Daniel.
"Tadi Christopher juga bilang begitu, bisa jadi penggantimu."
[Kalo gitu, kita ga marahan lagi, 'kan?]
Selena tersenyum, walaupun Daniel tidak bisa melihatnya.
"Iya lah," jawab Selena.
Mereka mulai berbincang dan melepas kangen.
---
2,6 tahun kemudian.
"Dua hari lagi kamu pulang?" tanya Selena.
[Iya. Kalo udah sampe, aku mau ketemu sama kamu,] jawab Daniel.
Selena sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Daniel. Dia ingin melepas kangen dan jalan-jalan bersama Daniel lagi.
TOK TOK TOK
Seseorang mengetuk pintu rumahnya. Selena langsung beranjak dari kasurnya menuju ke pintu utama.
Saat dia membuka pintunya, dia melihat Daniel ada di sana. Selena terkejut.
"Bukannya tiga hari lagi?" tanya Selena dengan suara lumayan kencang.
"Hehe, aku mau bikin surprise buat kamu," jawab Daniel.
Mereka berpelukan, melepas kangen yang sudah menumpuk berbulan-bulan.
Comments
Post a Comment