⚠️Peringatan Pemicu⚠️
Penculikan, pengambilan organ secara ilegal, penggunaan obat-obatan, pembunuhan.
Cerita ini mengandung aksi yang mungkin tidak disukai atau membuat sebagian pembaca tidak nyaman. Dimohon kebijakan pembaca saat membaca cerita ini.
Cerita ini sepenuhnya adalah fiksi. Nama tokoh, latar tempat, dan alur cerita merupakan fiksi dan tidak ada di dunia nyata.
Selamat membaca.
---
"Kita ketemu besok di jam pagi, ya. Jangan lupa kerjakan PR kalian," kata Bu Nuri di depan kelas.
"Baik, Bu," sahut semua anak kelas XI-IPA-2.
Bu Nuri keluar dari kelas, diikuti oleh siswa-siswi lainnya. Ghina menggemblok tasnya dan menemukan Sean berada tak jauh dari pintu kelasnya.
"Sean!!" sapa Ghina dengan ceria.
"Halo. Yuk," jawab Sean.
Hari ini. Sean mengajak Ghina ke rumahnya. Walaupun baru berpacaran selama tiga bulan, Sean ingin mengajak Ghina ke rumahnya untuk sekedar bersantai dan mengobrol.
"Wah, ini rumahmu?" tanya Ghina dengan wajah takjub.
Rumah Sean sangat besar dengan pekarangan rumah yang luas. Tembok rumahnya warna biru dongker dan putih. Terdapat garasi yang luas untuk memarkir mobil. Banyak sekali tanaman-tanaman di pekarangan rumahnya. Sehingga, rumah Sean terlihat asri. Di depan rumah itu, juga terdapat pagar tinggi yang berwarna hitam.
"Iya. Ayo masuk," kata Sean sambil membuka pintu pagarnya dengan kunci yang dia punya.
"Di rumahmu ga ada orang?" tanya Ghina.
"Ga ada. Mbak ku lagi pulang kampung, katanya Ibunya sakit," jawab Sean.
"Oh," jawab Ghina singkat.
Ghina memasuki pekarangan rumah Sean. Dia kagum dengan pekarangan rumah Sean yang sangat hijau, membuat udara disekitar rumahnya menjadi sejuk.
Ghina melihat ke sekeliling pekarangan dan matanya mendapati plastik besar berwarna kuning yang tertutup oleh pohon mangga. Hanya kelihatan sedikit, tapi Ghina bisa melihat plastik itu.
"Sean, itu plastik apa?" tanya Ghina menunjuk ke arah plastik itu saat Sean sudah membuka pintu rumahnya.
Sean melihat ke arah yang ditunjuk Ghina.
"Oh, itu sampah yang belom dibuang," jawab Sean.
"Kok ga langsung dibuang ke tempat sampah yang ada di depan rumahmu?" tanya Ghina. Dia melihat ada tempat sampah yang lumayan besar di luar pekarangan rumah Sean.
"Yuk, masuk," ajak Sean tanpa menjawab pertanyaan Ghina.
Ghina membuka sepatu dan masuk ke rumah Sean.
"Permisi."
Seperti bagian luarnya, bagian dalam rumah Sean sangat megah. Ghina melihat sebuah meja, satu sofa, dan dua kursi yang ada di tengah-tengah ruangan dengan lampu yang menggantung di atasnya. Ghina menebak kalau ini adalah ruang tamu. Berjalan lurus ke dalam, Ghina menemukan sebuah sofa panjang, sebuah meja yang cukup besar, dan televisi besar yang ada di depannya. Tak jauh dari sofa panjang, terdapat sebuah pintu berwarna putih. Mungkin itu adalah kamar. Ghina berpikir bahwa ini adalah ruang keluarga. Di sebelah ruang keluarga, terdapat dapur dan meja makan. Di tengah dapur dan ruang keluarga terdapat tangga yang menuju ke lantai dua dan sebuah sebuah pintu.
Sean menyalakan lampu dan mempersilakan Ghina untuk menunggu di ruang keluarga.
"Anggap aja rumah sendiri," kata Sean.
"Iya, makasih," jawab Ghina sambil duduk di atas sofa.
"Aku punya banyak minuman. Kamu mau minum apa?" tanya Sean.
"Hmm, ga usah. Aku bawa air mineral dari rumah," jawab Ghina sungkan.
"Ga usah sungkan di sini. Ada Buaviti rasa jeruk. Mau?" tanya Sean.
"Boleh. Aku suka yang rasa jeruk," jawab Ghina.
"Kalo gitu, aku ambil dulu, ya," jawab Sean sambil beranjak menuju dapur.
Ghina mengambil ponselnya sambil menunggu Sean kembali. Saat sudah memegang ponselnya, Ghina tersadar di sebelah kanan TV terdapat pintu berwarna coklat. Pintu itu memiliki warna yang berbeda dari pintu-pintu lain yang tadi dia lihat.
Sean kembali dan menaruh dua gelas minuman Buaviti di atas meja.
"Sean, itu pintu apa?" tanya Ghina. "Warnanya beda sendiri."
"Itu kamar Mbak ku," kata Sean.
"Oh," jawab Ghina singkat.
Sean menyalakan televisi dan melihat film-film yang ada di Nyitfliks.
"Nonton, yuk! Ada film Wisni baru, lho! Judulnya Pelangi di atas Langit," kata Sean.
"Katanya film itu bagus. Nonton aja," jawab Ghina.
Mereka berdua menonton bersama sambil meminum minuman yang disediakan oleh Sean. Sepuluh menit kemudian, Ghina merasakan hal yang aneh.
Kok pusing banget, ya, batin Ghina sambil memegang kepalanya. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya, berharap pusingnya akan segera hilang.
Matanya terasa berat. Dia merasakan kantuk yang sangat kuat. Setelah itu, Ghina tertidur.
Sean melihat Ghina yang tertidur. Sean berdiri dan berjalan menuju pintu berwarna coklat yang ada di sebelah kanan televisi. Dia merogoh kantung celananya dan mengambil kunci untuk membuka pintu coklat tersebut.
Setelah terbuka, Sean menuju pintu utama untuk mengunci pintu tersebut. Setelah itu, dia kembali dan menggendong Ghina seraya berjalan ke arah pintu coklat.
Sean menatap tangga yang mengarah ke bawah. Dia berjalan dengan hati-hati dan sampai di suatu ruangan yang dingin. Terdapat lima ranjang rumah sakit dan alat-alat bedah di sana sini. Di setiap ranjang, terdapat lampu besar yang menempel pada rangka ranjang di sebelah kiri. Di bagian pojok kanan ruangan, terdapat lemari kaca besar berisi alat-alat medis dan obat-obat. Pencahayaan di ruangan tersebut tidak terlalu terang, tapi tidak terlalu gelap.
Sean menidurkan Ghina di salah satu ranjang. Sean menggunakan sarung tangan medis, masker, dan celemek. Sean menaruh nampan alumunium yang berisi alat-alat medis di meja yang ada di sebelah ranjang Ghina. Di meja tersebut, terdapat beberapa wadah plastik yang transparan. Dia mengarahkan dan menyalakan lampu ke arah tubuh Ghina dan membuka pakaiannya. Sean menyuntikkan suatu cairan ke pergelangan tangan Ghina dan memulai pembedahan. Dia mengambil semua organ Ghina dan menaruhnya pada wadah yang berbeda-beda. Mata, jantung, hati, ginjal, apa yang bisa diambil akan diambil oleh Sean.
Setelah berjam-jam berada di ruangan tersebut, dia menyelesaikan pekerjaannya. Ponsel di kantungnya berdering. Dia membuka sarung tangan dan mengangkat telepon.
[Sean. Udah di rumah?] tanya seseorang yang ada diseberang telepon.
"Udah," kata Sean sedikit terengah-engah.
[Kenapa? Kok kayak capek gitu?]
[Habis kerja.]
Suara di seberang telepon sesaat tidak terdengar. Setelah itu, orang di seberang telepon tertawa.
[Siapa?]
[Teman sekolah.]
---
Seorang siswi Sekolah Menengah Atas di daerah X dinyatakan hilang. Pihak keluarga sudah melapor ke pihak berwajib. Kesaksian dari orangtua korban, korban tidak pulang sejak dua hari yang lalu. Pihak keluarga sudah mencari melalui teman-teman korban, tetapi tidak ada yang tahu keberadaannya. Ini adalah kasus orang hilang kelima di daerah X di bulan ini. Polisi segera melakukan pencarian dan investigasi ketat.
Comments
Post a Comment