Satu tahun telah berlalu sejak kejadian itu. Kejadian di mana kamu memutuskan untuk mengakhiri hubungan kita.
Saat itu, tidak seperti biasanya kamu mengajakku ke taman sekolah. Taman sekolah yang dihiasi oleh pepohonan yang rindang dan tanaman hias lainnya, menciptakan keindahan tersendiri.
"Aku mau putus," katamu saat itu.
Aku terkejut. Keterkejutanku membuat tubuhku kaku. Aku mematung di tempat.
"Kamu bercanda?"
"Aku serius."
Kamu menjawab dengan tatapan serius.
Setelah jawaban itu, aku terdiam sebentar. Lalu, aku langsung bertanya apa alasanmu ingin putus dan jawabanmu membuatku berpikir hal ini tidak masuk akal.
"Kita ga ada kecocokan."
Kita jarang bertengkar. Setiap hari kita selalu memberi kabar dan berbincang lewat aplikasi pesan. Kita menghormati batasan masing-masing. Apanya yang tidak cocok?
"Apa aku ada salah? Kalau ada, aku bakal perbaikin."
Kamu menggeleng.
"Kenapa harus putus?"
"Karena udah ga cocok."
Kita terdiam selama lima menit. Saat itu, aku sadar aku tidak bisa memaksamu untuk terus bersamaku karena kamu merasa kita tidak cocok. Aku menghormati keputusanmu, perasaanmu. Perasaan tidak bisa dipaksakan. Aku melepaskanmu. Kamu pergi dan aku masih terdiam di tempat.
Aku berusaha untuk tidak terus bersedih dan introspeksi diri. Apa salahku? Apa aku melakukan sesuatu yang buruk? Apa aku sudah mengatakan hal yang tidak pantas? Aku melihat kembali pesan-pesan yang aku kirimkan kepadamu selama pacaran, dari percakapan bulan Agustus tahun lalu, bulan di mana kita mulai menjalin hubungan serius. Tidak ada yang salah. Semuanya normal.
Dua minggu kemudian, saat jam istirahat, beberapa murid satu angkatan berkumpul di lorong yang jarang dilewati siswa saat istirahat. Kebetulan, saat itu, aku baru kembali dari kantin dan ingin melewati lorong itu.
Beberapa orang membawa kertas warna-warni. Aku berpikir mungkin ada yang ulang tahun. Tapi, kata-kata olokan keluar dari murid-murid yang berkumpul.
Oh, ada yang nembak, batinku saat itu.
"Cordelia, aku suka sama kamu. Kamu mau jadi pacarku?"
Suara teriakan memenuhi lorong tersebut. Orang-orang yang berada di lorong yang berbeda dapat mendengar suara teriakan mereka.
Aku terkejut. Jantungku berdebar kencang dan aku merasakan darah di dalam tubuhku mengalir secara cepat ke bawah, meninggalkan sensasi dingin di bagian punggung.
Cordelia, batinku menyebut namamu.
Walaupun aku tidak bisa melihat karena terhalang oleh orang-orang yang ada di depanku, aku tahu bahwa yang sedang ditembak adalah kamu.
"Ya, aku mau."
Sorakan murid-murid memenuhi lorong itu lagi. Aku merasa lemas. Tanganku bergetar.
Aku berusaha meninggalkan tempat itu. Mengambil langkah mundur, berbalik, lalu berjalan, mengambil jalan memutar ke ruangan kelas.
Kamu menjalin hubungan dengan orang lain setelah dua minggu mengakhiri hubungan denganku?
Hal ini tidak masuk akal.
Bagaimana bisa kamu menjalin hubungan baru dengan yang lain setelah dua minggu putus?
Apakah semudah itu untuk menciptakan hubungan baru dalam waktu singkat?
Aku berpikir, selagi kita berpacaran, mungkin kamu sudah memberikan hatimu dan menjalin hubungan dengan laki-laki lain selain aku.
Mungkin saat aku tidak melihat, kamu sedang bersama laki-laki itu.
Aku tidak tahu. Aku juga tidak ingin mencari tahu, walaupun bisa saja ada yang tahu.
Tanggal 1 September menjadi tanggal yang buruk. Bukan.. bukan tanggalnya. Kenangan di dalamnya yang membuat tanggal ini buruk. Kenangan yang membuat hari-hariku setelahnya menjadi buruk.
Comments
Post a Comment